Tribratanews Tanjung Selor – Dua oknum Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Bulungan ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya diduga “tersandung’’ tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan dana desa (DD) yang dari pusat dan alokasi dana desa (ADD) yang bersumber APBD Kabupaten.
Kasat Reskrim Polres Bulungan AKP Belnas Pali Padang melalui Kanit Tipikor Ipda Samadi mengungkapkan, kerugian negara yang diakibatkan oleh perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di Bulungan mencapai Rp1 miliar lebih.
Disebutkan, dari beberapa kasus dugaan tipikor yang sedang dilidik, 3 perkara di antaranya sudah tahap penyidikan. Yaitu dua kasus penyalahgunaan DD dan ADD, serta 1 perkara pembangunan pasar.
Samadi mengatakan, khusus untuk kasus penyalahgunaan ADD. Terjadi di Desa Kelubir, Kecamatan Tanjung Palas Utara. Dari kasus itu, kepolisian menetapkan JU, Kades setempat sebagai tersangka.
Dia mengatakan, anggaran dana desa yang diselewengkan JU merupakan anggaran untuk pembangunan pasar yang tidak dikerjakan 100 persen. Di samping itu, tersangka diduga tidak membayar honor para pekerja bangunan pasar tersebut.
“Kerugiannya itu mencapi Rp267 juta lebih. Pelaku (JU) sendiri sudah kita tetapkan tersangka, namun orangnya lari. Dan sekarang telah menjadi DPO (daftar pencarian orang). Kita juga belum tahu, kaburnya kemana. Tapi dari informasi yang kita dapat, dia ada di Tawau (Malaysia),” katanya saat dikonfirmasi diruangannya, Rabu (19/8/2020).
Sementara untuk kasus penyalahgunaan dana desa yang kedua, terjadi di Desa Binai, Kecamatan Tanjung Palas Timur. Dari kasus ini, seorang oknum Kades berinisial HA sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tidak hanya Kades, bendahara desa berinisial MA, serta Sekretaris Desa berinisial BE juga ditetapkan ikut terlibat penyalahgunaan pengelolaan ADD tahun 2014 dan DD Tahun 2015.
Dalam kasus itu, ketiganya diduga telah mengambil anggaran yang bersumber APBD dan APBN sebesar Rp277 juta lebih. Dalam penyalahgunaan anggaran itu, sebenarnya untuk tahap pertama pencairan masih sesuai dengan peruntukannya. Namun untuk tahap yang kedua, ketiganya sudah mulai tidak merealisasikan sesuai dengan tupoksi anggaran tersebut.
“Yang ditahap kedua itu, ada anggaran yang diperuntukan untuk honor ketua RT, tokoh adat, serta bantuan keuangan. Namun tidak direalisasikan. Saat kita mintai keterangan, katanya anggarannya itu digunakan untuk membuka badan jalan. Tapi itu (pembukaan badan jalan) itu tidak masuk dalam RKA (Rencana Kerja dan Anggaran) desa. Nah LPJ (laporan pertanggungjawaban) yang dibuat juga seolah-olah sudah sesuai dengan APBDes,” jelasnya.
Sementara kasus dugaan korupsi DD juga saat ini sedang masih dalam proses penyelidikan. Lanjut Samadi, kasus itu terjadi di Desa Tengku Dacing, Kabupaten Tana Tidung (KTT) dengan kerugian mencapai Rp788 juta lebih. Dalam kasus itu, juga menyeret nama oknum Kades yang statusnya masih saksi.
“Kalau kasus ini, si Kades ini sengaja menarik (mengambil) semua anggaran (ADD) karena alasan jarak. Tapi anggarannya itu diambil dan tidak diperuntukan untuk keperluannya. Seperti pembangunan jaringan internet, itu tidak terealisasi. Tapi kalau kasusnya belum kita tetapkan tersangka, karena masih akan kita gelarkan (gelar perkara) dulu,” jelasnya.
Sementara untuk kasus yang terakhir, adalah terkait pembangunan salah satu pasar yang ada di Tanjung Selor. Hanya saja dalam kasus itu, sudah diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) lantaran kerugian yang ditimbulkan sebesar Rp76 juta lebih telah dikembalikan.
“Sebenarnya kasus ini ada satu orang yang kita tetapkan tersangka. Yaitu berinisial ED yang merupakan kontraktor. Tapi karena kerugiannya sudah dikembalikan, maka kita SP3 kan. Tapi yang memutuskan SP3 itu dari Mabes Polri sendiri,” pungkasnya.