Tribratanews-tarakan . Kapolres Tarakan, AKBP Fillol Praja Arthadira Menggelar Konfrensi pers terkait Kasus pencabulan anak dibawah umur.selasa 26/11/2019.
Kasus Pencabulan Kali ini terjadi dikota tarakan dimana korbanya adalah seorang anak dibawah umur berusia 14 tahun dan tersangka SN beusia 41 tahun. Entah apa yang merasuki pria berinisial SN (41) ini sehingga tega mencabuli ER (14) di semak-semak daerah Kampung Satu/Skip, Jumat 22 November 2019, sekitar pukul 18.30 Wita.
Kapolres Tarakan, AKBP Fillol Praja Arthadira menjelaskan, perkara ini dilaporkan oleh ayah korban pada Senin 25 November 2019, sekitar pukul 22.00 Wita. Korban ER ini berstatus pelajar salah satu SMP di Tarakan, sedangkan tersangka SN (41) yang merupakan seorang pengangguran dan telah berkeluarga.
“Berhasil ditangkap di rumahnya dan mengamankan baju-baju dari korban serta 1 unit sepeda motor milik pelaku. Untuk saat ini proses dinaikan ke dalam tahap penyidikan di Polres Tarakan,” ujarnya kepada awak media pada konferensi pers di Mako Polres Tarakan, Selasa (26/11/2019).
Lanjut Kapolres yang baru menjabat menggantikan AKBP Yudhistira ini, diduga SN sudah mengincar ER sejak lama. Karena mengetahui orang tua korban jarang di rumah, pelaku tergoda dan segera melakukan aksinya.
Berawal dari mengajak korban jalan-jalan dan mengiming-imingi korban untuk membeli kue, tersangka membawa korban jalan-jalan. Kemudian setelah sampai di TKP, pelaku melakukan aksinya di semak-semak sekitar pukul 18.30 Wita.
SN melakukan pencabulan dengan cara menutup mulut korban, serta mendorong dan mencekik korban, lantas memaksa membuka celana dan menjamah area intim korban. Namun saat itu korban berhasil melarikan diri.
Tidak ada hubungan atau saling kenal antara korban dan tersangka. Karena mengira tersangka adalah teman ayahnya, korban mengikuti ajakan tersangka untuk membeli kue. Pelaku hanya meraba tubuh korban dan tidak sempat bersetubuh,papar AKBP Fillol.
Kabid Humas Polda Kaltara AKBP Berliando,SIK Mengatakan “ Akibat perbuatannya, SN terkena Pasal 82 ayat Jo pasal 76E UURI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Kepolisian berhasil mengetahui keberadaan tersangka melalui petunjuk korban dan saksi di sekitar TKP sesaat setelah kejadian. “Warga sekitar juga mengetahui karena korban sempat melakukan perlawanan dan meminta pertolongan warga setempat,” tutupnya.