PROKAL.CO, TANJUNG SELOR – Di tahun politik atau pesta demokrasi yang akan berlangsung pada 2019 mendatang, aparat kepolisian menekankan agar masyarakat juga paham mengenai proses dan siklus politik kekuasaan agar tidak mudah terjerumus dan terbawa suasana persaingan yang terjadi nantinya.
Dijelaskan Direktur Pembinaan Masyarakat (Dirbinmas) Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara) Kombes Pol Moh.Yamin Sumitra, dalam memimpin baik itu di suatu perkantoran maupun organisasi tentu berbeda dengan memimpin daerah atau bahkan negara.
“Dalam memimpin daerah atau pun negara tentu harus adanya pembelajaran, sebab permasalahan yang akan dihadapi itu akan sangat kompleks dan universal, banyak pula sandungan, seperti ada upaya menjatuhkan dan lainnya. Sebab sudah ada masuk nuansa politiknya,” ungkap Yamin mewakili Kapolda Kaltara Brigjen Pol Indrajit, Minggu (9/9).
Mengapa hal tersebut terjadi, dikatakan Yamin, sebab dalam memimpin daerah atau negara, ada proses ataupun siklus politik kekuasaan yang mana banyak cara yang akan ditempuh dalam siklus tersebut. “Pertama yang ingin berkuasa atau ingin menjadi kepala daerah atau kepala negara tentu akan melakukan bermacam strategi, ada yang melakukan strategi positif dan ada pula yang negatif,” ujarnya.
Strategi positif lanjut Yamin, dapat berupa adu program terbaik, memunculkan figur terbaiknya serta lainnya dan tahu tujuan politiknya. Yaitu kegiatan yang dilakukan membuat rakyatnya sejuk, damai dan aman. “Karena tujuan politiknya yaitu untuk menyejahterakan rakyatnya,” jelasnya.
Sementara, adapula yang melaksanakan strategi negatif baik dengan cara black campaign(kampanye hitam), kampanye negatif, hoaks, hate speech (ujaran kebencian), provokasi hingga rekayasa pembentukan opini untuk menjatuhkan rivalnya. “Banyak cara yang dapat mereka lakukan,” sebutnya.
Siklus yang kedua, setelah mendapat kekuasaan atau telah menjadi kepala daerah atau bahkan kepala negara sekalipun, tentu mereka akan menginginkannya lagi. “Kalau dulu bapak Soeharto sampai 32 tahun, namun setelah dilengserkan sebenarnya sudah membuat ancang-ancang untuk kelompoknya, tentu dengan setrateginya,” jelasnya.
Sekarang, dibatasi hanya 2 periode saja. Meski demikian setelah selesai juga, ia sudah mempersiapkan regenerasi dari kelompok atau bahkan partainya dan partai pendukungnya. “Jadi intinya kekuasaan ini ingin abadi oleh kelompoknya,” urainya.
Siklus berikutnya, apabila telah lengser dari kursi kepemimpinannya, ingin lagi jadi pemimpin dengan menggunakan strategi positif dan setrategi negatif dan seterusnya. Siklus ini akan berjalan tidak akan berhenti.
“Jadi kita sebagai masyarakat harus tahu siklus ini dan menanggapi dalam menghadapi pesta demokrasi itu, baik Pilkada maupun Pemilu harusnya biasa-biasa saja, karena permainannya sudah seperti itu,” bebernya.
Untuk itu, masyarakat jangan sampai terhanyut oleh strategi-strategi yang ada. Khususnya strategi negatif. “Kita harus bahagia, adem, sejuk hingga merasa aman dalam menghadapinya, tanpa harus sikut sana sini dan kemudian menimbulkan perpecahan,” pungkasnya. (sny/eza)
Sumber: Radar Tarakan